
Menguak Sejarah Candi Borobudur
Candi Borobudur dikenal sebagai salah satu bangunan peninggalan sejarah yang megah di Indonesia. Keberadaannya menjadi bukti jejak sejarah Buddha di Indonesia. Candi ini terletak di wilayah Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis, lokasinya unik, berada di sebuah bukit dan dikelilingi oleh beberapa pegunungan serta di sekitar aliran sungai Progo dan Elo. Sumber lain merinci bahwa candi ini dikelilingi oleh Bukit Menoreh, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Sumbing, serta Gunung Sindoro.
Baca Juga : Sejarah Candi Prambanan
Pembangunan di Masa Dinasti Syailendra
Asal-usul Candi Borobudur berakar pada masa kejayaan Dinasti Syailendra dari Mataram Kuno. Dinasti ini merupakan penganut agama Buddha aliran Mahayana. Oleh karena itu, candi ini dibangun dengan pengaruh Buddha Mahayana dan bertujuan untuk memuliakan Buddha Mahayana. Pembangunan candi nan megah ini terjadi pada masa Raja Samaratungga, yang berkuasa pada tahun 782-812 Masehi. Perkiraan sejarah menyatakan bahwa Candi Borobudur dibangun sekitar tahun 825 Masehi, atau diperkirakan sekitar abad ke-8 hingga ke-9 Masehi.
Makna di Balik Nama Borobudur
Interpretasi yang paling umum dan populer, berdasarkan teori yang dikemukakan oleh R.M. Ng. Poerbatjaraka, seorang pakar sastra Jawa Kuno. “Boro” di sini merujuk pada vihara atau biara, sedangkan “budur” merujuk pada nama wilayah atau tempat di mana vihara itu berdiri.
Struktur Megah dan Filosofi Kehidupan
Candi Borobudur adalah bangunan yang terbuat dari banyak batu andesit1, diperkirakan menggunakan dua juta bongkah batu andesit yang berasal dari sungai-sungai di sekitar Borobudur. Luas candi ini sekitar 2.500 meter persegi. Bentuk strukturnya menyerupai teras berundak (punden berundak) yang semakin mengecil ke bagian atas. Candi ini memiliki 10 tingkatan.
Menurut Mura Aristina, seorang pemandu wisata resmi Candi Borobudur, kesepuluh tingkatan ini menggambarkan tahap kehidupan manusia untuk mencapai pencerahan tertinggi. Tahapan ini dibagi menjadi tiga gambaran kehidupan3:
- Kamadhatu: Meliputi lantai satu dan dua. Ini adalah tingkatan paling bawah, menggambarkan manusia yang masih dipenuhi oleh keinginan dan hawa nafsu. Bagian Kamadhatu memiliki relief karmawibhangga yang menggambarkan hukum pada umat manusia.
- Rupadhatu: Dimulai dari lantai tiga hingga enam. Di tingkatan ini, manusia digambarkan mulai belajar mengontrol hawa nafsu dan menjadikan keinginan duniawinya sebagai energi positif3. Bagian Rupadhatu memiliki relief Lalitavistara dan Jatakamala yang menggambarkan kisah hidup Sang Buddha.
- Arupadhatu: Ini adalah tingkatan teras atas yang berbentuk bulat, meliputi tingkat ketujuh hingga kesepuluh atau bagian atap candi. Bagian ini melambangkan “ranah tanpa wujud”. Seperti dijelaskan, “A” artinya tidak, sedangkan “rupa” artinya wajah, sehingga Arupadhatu berarti tidak ada wajah atau rupa, dan karena itu tidak terdapat pahatan/relief di tingkatan ini. Arupadhatu menggambarkan tahap di mana pencerahan sudah tercapai, menerima segala sesuatu sebagai ketentuan dari Yang Maha Kuasa. Bagian ini tidak ada relief namun memiliki banyak stupa yang menggambarkan pencapaian sempurna umat manusia8.
Penemuan Kembali dan Upaya Pemugaran
Meskipun dibangun pada abad ke-8/9, informasi tentang keberadaan Candi Borobudur di Indonesia baru diketahui nyaris seribu tahun setelah pembangunannya. Penemuan candi ini terjadi sekitar tahun 18145 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, seorang berkebangsaan Inggris dan penguasa pada masa kolonial. Penemuan ini bermula dari perjalanan Raffles ke Semarang, di mana ia mendapat informasi adanya susunan batu bergambar yang tertutup semak belukar di kawasan Kedu. Kemudian, pada tahun 1835, Raffles mengutus Cornelius untuk meninjau dan membersihkan bangunan tersebut bersama Residen Kedu.
Candi Borobudur telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pemugaran bagian Arupadhatu (puncak candi) dilakukan oleh Theodore Van Erp pada tahun 1907-1911. Pemugaran lanjutan dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan UNESCO pada tahun 1973-1983, berfokus pada bagian candi di bawah arupadhatu yang dibersihkan dan dikembalikan ke posisi semula9. UNESCO menyediakan sebesar 5 juta dolar AS untuk pemugaran ini. Pemugaran yang berlangsung hingga tahun 1984 ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1973.
Diakui sebagai Warisan Dunia UNESCO
Pada konferensi ke-15 di Perancis, Candi Borobudur ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO untuk ditinjau dan diawasi. Untuk pengawasan khusus warisan dunia ini, pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran candi Borobudur. Akhirnya, pada tahun 1991, Candi Borobudur secara resmi ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO10. Penetapan ini mengukuhkan Candi Borobudur sebagai situs sejarah peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang memiliki nilai universal dan diakui secara global.